1.9.10

Risiko Di Balik Perut Tambun

baru aja browsing-browsing dibuang sayang.. buat baca2 ahh biar tambah termotivasi untuk hidup sehat....

Risiko Di Balik Perut Tambun

sumber : http://www.tabloidnova.com/Nova/Kesehatan/Umum/Risiko-Di-Balik-Perut-Tambun
Lingkar perut yang berlebih bukan hanya membuat penampilan menjadi buruk. Ada risiko penyakit sistemik dan kronik membahayakan tersembunyi yang bisa menyergap kapan saja.
Ketika memiliki perut yang terlalu buncit, orang akan mengaitkan dengan konsumsi makanan yang terlalu banyak. Demikian pula sebaliknya. Tak salah bila mengaitkan perut dengan pola makan, perut (dari bagian di bawah dada dan di atas panggul) memang memiliki fungsi utama sebagai tempat pencernaan dan penyerapan makanan.
Di dalam perut terdapat organ pencernaan seperti, lambung, usus dua belas jari, usus halus, usus buntu, hingga usus besar yang merupakan bagian utama sistem pencernaan manusia. Berikut juga organ hati, ginjal, pankreas dan limpa, pendukung proses pencernaan.
Ketika mengonsumsi makanan, organ pencernaan dan organ pendukung mengurai makanan hingga menjadi zat-zat yang dibutuhkan sel serta tubuh. Namun jumlah asupan dari zat tersebut bisa terjadi selisih, baik disebabkan oleh jumlah makanan yang terlalu banyak maupun proses mencerna yang kurang optimal.
Setelah mengonsumsi bahan makanan dengan kandungan gula atau karbohidrat, dihasilkan gula di dalam darah. Serta merta organ pankreas mengeluarkan enzim insulin untuk membongkar gula menjadi enerji yang dibutuhkan sel. Bila pembongkaran gula darah kurang optimal, misalkan karena berkurangnya efektivitas enzim insulin oleh lemak dalam darah atau jumlah asupan zat gula terlalu banyak, maka sisa gula tersebut akan disimpan sebagai lemak dalam tubuh (visceral fat ).
Ia terdistribusi dalam rongga perut, di antara organ dalam dan rongga dada. Efek langsung dari lemak dalam tubuh yang berlebih, menyebabkan orang menderita obesitas sentral. Pada wanita, hormon seks wanita (estrogen) membantu distribusi lemak ke pantat, paha, dan pinggul, sehingga mengurangi risiko obesitas sentral di usia produktif. Sedang pada pria, lemak lebih banyak terdistribusi di perut karena hormon seks yang berbeda.
Saat wanita memasuki masa menopause, lemak dari pantat, paha dan pinggul akan berpindah ke pinggang dengan kata lain lebih mudah terjadi obesitas sentral.
Sayangnya, bukan hanya penampilan yang menjadi buruk ketika seseorang menderita obesitas sentral.
“Obesitas sentral juga menjadi penyebab sindroma metabolik dan gangguan kardiovaskular,” ungkap dr. Ralph Girson, SpPD dari RS Royal Progress, Jakarta.

KEGEMUKAN? HATI-HATI, LHO!
http://nostalgia.tabloidnova.com/articles.asp?id=15742

Kegemukan, atau obesitas, sebetulnya merupakan suatu penyakit. Namun, masih banyak penderitanya yang tidak menyadarinya. Padahal, bahaya sudah jelas mengintai pengidapnya.
Secara umum, obesitas berarti kegemukan. Dulu, untuk mengukur berat ideal, cara yang digunakan adalah tinggi badan dikurangi 100. Sekarang, kalangan medis mengukur kegemukan dengan menggunakan Indeks Massa Tubuh (IMT). IMT diukur dari berat badan dalam kilogram, dibagi tinggi badan dalam meter yang dikuadratkan. Menurut dr. Samuel Oetoro, M.S. SpGK, ahli gizi dari Semanggi Specialist Clinic, untuk ukuran orang Indonesia, IMT yang menunjukkan angka 18,5 – 23 berarti normal.

Angka 23 – 25 disebut overweight, 25 – 27 termasuk obesitas ringan, 27 – 30 disebut obesitas ringan, dan di atas 30 tergolong obesitas berat. Selain IMT, digunakan juga cara mengukur lingkar pinggang, untuk menilai risiko penyakit yang mungkin timbul berkaitan dengan obesitas. Lingkar pinggang ini berguna untuk menentukan apakah seseorang punya kecenderungan mengalami sindrom metabolik, yaitu kemungkinan seseorang mengalami kondisi tertentu.

Antara lain, kadar gula darah tinggi, kadar trigliserida darah tinggi, hipertensi, dan serangan jantung. Sebab, jika terjadi obesitas, praktis diikuti pula dengan penumpukan lemak di dalam rongga perut. Normalnya, ukuran lingkar pinggang wanita tak boleh lebih dari 80 cm, sedangkan pria tak boleh melebihi 90 cm. Bila seseorang kelebihan lemak, di situlah banyak macam penyakit “bersarang”.

Itu sebabnya, imbuh Samuel, orang sebetulnya tidak boleh gemuk. Penelitian sudah membuktikan, penderita obesitas berisiko menderita penyakit diabetes, hipertensi, stroke, dan serangan jantung, meningkat 3 – 4 kali dibandingkan dengan yang tidak mengalami obesitas. Selain itu, dia juga terkena risiko penyempitan pembuluh darah, osteoastritis (sakit lutut karena benturan sendi yang menahan beban berat tubuh).

Menilik dari risiko yang ditimbulkannya, obesitas termasuk penyakit berbahaya dalam jangka panjang. Namun, efek samping dari obesitas juga tak bisa diperkirakan kapan akan datang. “Belum tentu sekarang menderita, lalu saat ini juga meninggal cepat. Ada yang gemuk, tetap saja “aman”. Tapi sebagian besar yang gemuk akan meninggal dalam usia muda,” ujar Samuel.

FAKTOR MAKANAN
Samuel mencontohkan, beberapa artis Indonesia mati muda akibat obesitas. Begitupun dengan pegulat sumo di Jepang jarang yang berusia lebih dari 40 tahun. Benarkah penderita obesitas hidupnya sehat-sehat saja? “Tidak. Terkena obesitas saja, orang sudah punya risiko lebih besar terkena penyakit. Malah, obesitas itu sendiri sudah tidak sehat,” jawabnya. Seharusnya, imbuh Samuel, sekarang sudah didengungkan ke masyarakat, obesitas adalah penyakit, bukan keadaan.

Sayangnya, selama ini orang yang kegemukan punya cara berpikir yang salah dan meremehkan penyakit ini, karena masih merasa aman-aman saja, dan beranggapan, yang penting tidak sakit. Lalu, apa saja penyebab obesitas? Pada prinsipnya, menurut Samuel, obesitas berkaitan dengan keseimbangan jumlah makanan yang dikonsumsi dan jumlah yang dikeluarkan, dalam bentuk aktivitas.

Artinya, orang bisa jadi obesitas karena makanan yang ia konsumsi lebih banyak dibandingkan aktivitas yang dia lakukan. Sehingga, kalori yang masuk lebih besar dibandingkan kalori yang terbakar saat beraktivitas. Apalagi, jika secara kualitas makanan yang disantap juga buruk. Maksudnya, yang bersangkutan banyak mengonsumsi lemak. Namun, pola makan dan aktivitas hanya merupakan dua faktor utama obesitas.

Faktor pendukung timbulnya obesitas bisa berasal dari hormon, psikologis dan genetik, meski faktor genetik tidak akan jadi penyebab kegemukan bila pola hidup diatur dengan baik. Besarnya kalori yang dikonsumsi bisa memengaruhi obesitas. Setiap 1 gram lemak, mengandung 9 kalori. Setiap 1 gram karbohidrat mengandung 4 kalori, dan 1 gram protein mengandung 4 kalori.

Untuk mengukur apakah kalori yang disantap dalam satu hari terlalu banyak atau tidak, hitung saja berapa gram lemak, karbohidrat, dan protein yang dikonsumsi hari itu. Masing-masing dikalikan dengan kalori yang dikandungnya. “Jika dalam satu hari Anda makan lemak 300 gram saja, berarti ada 2700 kalori pasokan dari lemak. Jumlah ini besar sekali,” papar Samuel.

GEMUK = LUCU?
Besarnya kalori yang dibutuhkan tergantung dari jenis kelamin, usia, dan aktivitasnya. Perempuan aktif membutuhkan 1500 – 1800 kalori per hari dan pria aktif membutuhkan 2000 – 2500 kalori per hari. Akan berbahaya jika yang dikonsumsi melebihi dari jumlah itu, sementara aktivitasnya hanya sedikit. Sayangnya, jumlah penderita obesitas di Indonesia sangat besar dan dari tahun ke tahun justru terus meningkat, termasuk anak-anak.

“Angka pastinya belum jelas, tapi coba lihat di mal, banyak anak dan orang dewasa yang kegemukan,” tuturnya. Jumlah penderitanya lebih banyak perempuan, karena saat memasuki masa menopause atau di atas 40 tahun, mereka punya kecenderungan obesitas, meski tak berarti mereka mendominasi secara jumlah. Menurut samuel, jumlah penderita obesitas terus disebabkan oleh pola hidup dan keinginan untuk selalu serba enak.

Misalnya, mengonsumsi junkfood karena lebih praktis dan cepat, malas bergerak, lebih suka naik mobil, atau menyuruh sekretaris dan office boy di kantor untuk melakukan sesuatu. Samuel menambahkan, obesitas pada anak pada dasarnya sama dengan obesitas pada orang dewasa. Sejak anak-anak, bahkan balita, berat tubuh harus mulai dijaga, jangan sampai kegemukan.

Sayangnya, banyak orangtua yang beranggapan, anak gemuk berarti lucu, menggemaskan, dan sehat. Sehingga mereka berpikir, yang penting anaknya gemuk dan banyak makan. Padahal, anak yang sehat adalah anak yang berat badannya ideal. “Jauhkan pikiran, anak gemuk itu sehat atau pertanda hidup makmur. Pada anak, gemuk juga penyakit. Jadi, jika punya anak gemuk jangan bangga dulu, itu keliru dan harus disadarkan,” tutur Samuel tegas.

Jika anak mengalami kegemukan, penyakit penyempitan pembuluh darah jantung akan mulai terjadi sejak dia kanak-kanak. Kendati demikian, berat badan anak yang normal sangat tergantung dari usia dan tinggi badannya. Pada balita usia 2 tahun, Samuel mencontohkan, berat badan normalnya 15 kg. "Di Indonesia, obesitas pun mulai banyak diderita anak-anak. Penyebabnya, pola hidup dan kebiasaan yang diterapkan orangtuanya."

Review Resolusi Menurunkan Berat Badan 65kg --> 50kg

ngantuk beratzzz nih, puasa ngga tapi ikut ngantuk. karena udah ga tertolong lagi nih ngantuk padahal tidur udah sebentar doang..

mending review resolusi nih. udah 2tahun resolusi menurunkan Berat Badan. dr 65kg ke 50kg. keliatannya susah yup bener kalo dipikirin susah. jadi dr habis melahirkan sampai selesai menyusui BB cuma turun 5kg dr 70kg jd 65kg saja. sedangkan sebelum melahirkan BB menyentuh angka 79,9kg se-ons lg 80kg. sedangkan waktu masa remaja dulu (suit suit remaja..) BB biasa 50kg. paling berat 52kg. waktu menikah pun BB 50kg saja dan menuai puja puji dari si tukang rias..

ternyata ga semudah yg dibayangkan menurunkan BB 15kg. ga bole diet karena kalo diet si maag kronis sudah menanti dengan sakit jungkir baliknya ditengah malam. jd puter puter otak gimana caranya biar turun se-ons demi se-ons nih BB.

ternyata caranya adalah mudah yaitu membuat pengaturan pengeluaran. aku buat program access untuk cash flow keuangan, aku bawa catatan pengeluaran kemana-mana. kalo pengeluaran tercatat maka bisa keliatan oo yang ini ga perlu ini ga perlu itu ga perlu. dan untuk mendukung program menurunkan BB yg paling ga perlu adalah beli cemilan dan jajan untuk diriku sendiri. dan tidak makan cemilan deven. karena ga jajan. jd uang otomatis terkumpul lumayan banyak nahh baru dipikir2 lagi buat beli apa ya.. pokoknya selain makanan.

jd sehari itu bisa tanpa pengeluaran sama sekali, transport gratis, jajan Rp.0 ampe rumah makan. sarapan pagi bawa dari rumah soale pernah jajan malah sering diare maklum pencernaan ga kuat bukan anak ASI. makan siang di kantin kantor. terus didukung lagi pengen hidup sehat. liat jajanan yg full gorengan, atau full lemak udah ilfeel duluan. mulut pun udah malas ngunyahnya. walaupun kadang2 pengen nyoba sekali dua kali dan langsung sukses radang tenggorokan..

jd makan tetap 3x sehari sampai kenyang trs minum air putih anget yg banyak 2Liter sehari. terus jalan pagi ke titik jemput kurleb 30 menit, seminggu 2-3x. awalnya tersiksa, pengen banget nyemal nyemil apalagi kalo gratisan tp terus tersiksa liat badan begini baju mesti beli lagi, baju lama masuk museum. dan kan udah bikin resolusi. karena udah jadi resolusi jadi mesti konsisten.

singkat cerita resolusi sudah mulai menunjukkan hasil sekarang BBku 55-56kg. clana-clana jeans favorit udah mulai muat dan keluar dari museum. udah bisa senyum-senyum sendiri saat memasukkan celana dan nyampe atas karena sebelumnya cuma sampe dengkul..

akhir tahun masih 4 bulan lagi. pengen menambah semangat lagi untuk meneruskan resolusi ampe 50kg kalo ngga 52kg deh udah sueneeng luar biasa..

jadi buat yg masih berjuang dgn BB jangan putus asa.. there's a will there's a way kecuali ga ada will untuk menurunkan BB ya ga akan ada way hehehe. dan satu lagi stay healthy walaupun sedang dlm program menurunkan BB. jgn trs jadi keliyengan kurang darah. pasti ada yg salah di caranya. nah pengen nyari buku "fat loss not weight loss" ga dapet2 di OL ga tau kalo di toko buku.. udah jarang ke gramed biasanya ke toko buku diskon yg dihampar didepan toko2.. pengen tau gimana sih cara menurunkan BB menurut buku itu...ada yg udah baca bukunya ???

*ngantuk blom ilang juga nehhh..